Kerja Keras
Karya : Novia Ervadanti
Seorang siswi di SMA YLPI bernama Novia mulai
dipercayai seorang guru untuk mewakili ekskulnya di penampilan suatu pensi
disekolahnya. Guru tersebut mempercayai Novia dan teman-temannya untuk
menampilkan suatu musikalisasi puisi. Penampilan ini sudah jauh-jauh
hari disiapkan oleh Novia dan teman-teman.
hari disiapkan oleh Novia dan teman-teman.
Di suatu Minggu yang cerah,
Novia,Siti,Chairunnisa dan Fitri pergi ke basecamp dimana ekskul itu menetap. 4
sekawan ini pergi ke tempat yang bernama Beccess itu.
Untuk hari pertama latihan mereka hanya
membawa laptop. Dalam kegunaannya laptop ini mereka manfaatkan untuk
mendengarkan instrumennya. Namun sayang, kala itu hanya Novia yang membawa. Dan
yang dibawa oleh Novia bukanlah laptop melainkan sebuah notebook. Mereka
membutuhkan laptop karena didalamnya terdapat CD room untuk memutar kaset
instumentalnya, sedangkan notebook tidak menyediakan fasilitas untuk memutarkan
sebuah kaset. Jadi terpaksalah, mereka meminjam laptop mentor mereka untuk
mendengarkan instrument tersebut.
“Pak, pakai laptop bapak saja. Punya kami gak
bisa pak…”,kata Fitri. Bapak mentor
menerima saja. Mereka mendengarkan musik itu, dan mereka coba mencari
penghayatan dalam puisi tersebut. Dan mereka temukan. Namun hal yang agak sulit
itu adalah ketika mereka menyelaraskan penghayatan puisi dengan musik yang
tersedia. Dan bapak mentor minta agar menambahkan unsur tarian dalam puisi
tersebut. Sehingga tidak ada diantara 4
sekawan tersebut yang bisa menyajikan musikalisasi puisi dengan bahan tersebut.
“gak bisa kami pak, ini terlalu rumit apabila harus kami campurkan dengan
tarian”,ujar Siti.
Pada hari gladikotor
kami datang kesekolah. Disana mereka sedikit iri melihat penampilan teman-teman
mereka yang lebih bagus. Hingga nama mereka dipanggil oleh ibu Susi. Musik
dihidupkan. Mereka dipaksa untuk menari dalam musikalisasi puisi tersebut.
Tentu saja Novia berinisiatif untuk menari alakadarnya saja. Dan tarian itu
dianggap jelek oleh ibu Susi. Mereka merasa malu melihat penampilan mereka yang
gagal. Siti menangis karena tidak bisa menampilkan yang baik dalam latihan
tersebut.
Mental 4 sekawan pun
jatuh. Rasa percaya diri mereka mulai sirna. Dan mereka pun tidak ada
keberanian untuk melihat teman-teman yang lain tampil. Jadi mereka putuskan
untuk pulang ke rumah mereka. Dengan muka sedih, mereka pulang.
Keesokannya , mereka adukan hal ini kepada
bapak mentor mereka. Muncul berbagai pendapat mulai dari Novia, “Pak, puisi
yang bapak buat kemaren itu gak sesuai pak..”. “Iya, tarian yang kami selipkan
dalam musikalisasi itupun tidaklah bagus,” ucap fitri.
Lalu seorang kakak kelas datang untuk melatih
mereka. Namanya Inggrit Frahike. Inggrit ini adalah seorang yang sangat
berbakat. Dia mengajari kami bagaimana cara berpuisi. Mulai dari nol dia
mengajari kami. 4 sekawan dan kak Inggrit mengosongkan suatu ruangan dan
menginstruksikan mereka untuk duduk dikursi yang telah disediakan. Mereka
duduk, merenungkan diri…
“Kalian bayangkan, kalian harus konsentrasi..
“,kak Inggrit berkata.
Dan tiba-tiba “Plak!”. Bunyi besar jatuh ke
lantai, mereka semua terkejut. Berbagai jenis latahan keluar dari mulut meraka,
ada yang bereaksi berupa badan, ada yang beristghfar, ada yang latah nama
hewan, dan sebagainya.
Selanjutnya , mereka diajak bermain bersama
kak Inggrit. Mereka mengingat 10 kata dan harus hapal dalam beberapa menit.
Jika diulangi bersama, mereka harus
serentak menyebutkannya dan tidak ada yang boleh salah urutannya. Jika ada yang
salah akan dikenai hukuman.
Kak Inggrit memberikan beberapa kata kepada
mereka, dalam beberapa menit mereka mengingatnya. Dan waktu bermain pun
dimulai. Diulang beberapa kali, diantara kami ada yang salah dan lupa kata-kata
tersebut. Sehingga membuat kami mendapatkan hukuman. Dari permainan ini, kak Inggrit
ingin melatih konsentrasi mereka dalam bertindak.
Beberapa hari kemudian, 4 sekawan ini
berunding untuk membuat puisi bersama kak Inggrit. Mereka diskusikan di
sekolah. Akhirnya ide ini selesai. Tinggal bagaimana mereka menerjemahkannya ke
dalam bahasa inggris. Untunglah ada google translate, jadi mereka dengan mudah
mentransletekannya. Tapi sayang, kak Inggrit tidak ingin mereka menerjemahkan
di google, sehingga harus mereka terjemahkan sendiri. Perlahan mereka buka
lembaran kamus. Memutar balikkan setiap lembaran, akhirnya pada siang itu juga
puisi itu siap mereka kerjakan.
Namun sayang karena keterbatasan waktu, mereka
mengambil pada waktu jam zuhur. Selalu pas jam bahasa Indonesia mereka latihan.
Sehingga guru bahasa Indonesia yang melihat mereka merasa geram. Sampai salah
satu dari mereka ada yang kena marah gara-gara tidak masuk jam ibu tersebut.
Raut wajah ibu tersebut sungguh menakutkan.
Icha masuk ke kelas, dengan takut ia
ucapkan salam, “assalamualaikum..”. Tapi, ibu tersebut tidak menjawab salam
dari Icha. Dan Icha kembali permisi karena dia masuk kekelas hanya untuk
mengambil notebook dan modemnya. Lalu Icha berlari ke aula.
Disana mereka latian. Setiap dari mereka di
latih untuk membuat suatu gerakan agar puisi kami menjadi suatu musikalisasi
puisi. Karena puisi tanpa musik itu tidaklah indah, hampa mendengarnya.
Sementara itu kak Inggrit berencana untuk mencari instrument. Tak beberapa lama
kemudian kak Inggrit berhasil mendownload instrumentnya.
“Semua berkumpul…”, ucap kak Inggrit. Kak Inggrit
memperdengarkan kepada mereka suatu instrument yang sederhana. Namun ia berkata
bahwa instrument ini cocok untuk puisi yang akan dibawakan 4 sekawan ini.
Mereka mengikuti apa yang disuruh kak Inggrit. “ Dek, nanti pulang sekolah kita
latihan lagi ya. Sekarang kalian masuk ke kelas.”
Sebenarnya mereka hanya menunggu beberapa
menit lagi dan itu jam pulang, mereka latihan di kelas. Di kelas mereka hanya
latihan bagaimana cara menghayati musik dan berkonsentrasi apabila ada gangguan
atau tertawaan dari pendengar. Disana mereka dilatih.
Tapi adakalanya mereka bermain. Keaktifan
novia dalam bergerak apalagi saat itu sedang direkam, jadi novia
mengekspresikan segalanya. Dan barulah teman-temannya mengikuti kegilaan itu.
Rekaman video itu disimpannya. Dan tak berapa lama kak Inggrit pun datang
membawa beberapa sapu. Dihidupkannya musik, dan mereka memulai puisi mereka.
Dengan suatu keheningan. Tiba-tiba “Plak..Plak..Plak!”. Suara sapu jatuh satu
persatu. Hingga membuat kami terkejut. Kak Inggrit marah,karena mereka jadi
tidak konsentrasi dalam berkarya. Berkali kali kak Inggrit menilai kami dengan
buruk. Sekali lagi mereka ulang, namun dengan metode lain. Dengan gangguan
orang. Dea masuk ke kelas dan mengganggu mereka dengan tertawa aneh di depan
mereka. Memang lucu, tapi konsentrasi mereka tertahan. Dan “Bug!”. Semua sapu
secara serentak jatuh kembali, tapi ternyata tetap tidak ada yang ketawa.
Setelah mendalami musik, mereka mendalami
makna puisi. Mereka gabungkan dengan musik. Tidak dengan waktu yang lama, puisi
itu bisa digabungkan dengan musik.
Tahap selanjutnya yaitu menunjukkan gerak
tubuh mereka. Sehingga lebih indah dilihat saat mereka berpuisi. Jadi mereka
merenung, apa yang harus dilakukan saat kata ini dan apa yang harus diperbuat
saat melakukan itu. Sekitar setengah jam mereka menemukan gaya mereka.
“Kak, seharusnya saya bagaimana?”,Tanya Fitri.
Kak Inggrit membantu kami dalam mencari gaya. Untuk Siti dia harus menjadi batu
jadi harus terlungkup. Untuk Novia dia berada diatas sampan dan Chairunnisa
dimisalkan sebagai putri duyung dan Fitri adalah sesosok orang yang gemar buang
sampah di sungai bengawan solo.
Setelah didapatkan, barulah mereka latihan.
Berkali kali mereka latihan. Mencoba nada yang tepat untuk puisi mereka. Hal
itu semua tanpa bimbingan bapak mentor. Yang membimbing kami hanyalah kak Inggrit.
Esoknya , kami latihan
kembali bersama guru PPL dari salah satu universitas di Riau. Bersama mereka ,
4 sekawan ini diasah lagi kemampuan mereka. Bagaimana cara benar-benar sedih,
bagaimana cara melihat awan tanpa ada unsur kepura-puraan. Lalu , mereka
diperlihatkan di depan orang. Banyak orang yang melihat mereka, dan mulai
terkesan dengan penampilan mereka. Tapi ya itu semua baru sebatas latihan.
Untuk memperlancar ,
ibu Susi mengadakan gladibersih sebelum penampilan. Pada saat gladibersih ini
mereka dibuatkan sampan oleh bang Tono. Sebelumnya mereka diwajibkan memakai
costume. Sedangkan mereka tidak memiliki costume. Memang mereka sudah
menyediakan uang RP.75.000,00 untuk penampilan ini. Kak Inggrit menyarankan
agar mereka meyewa baju ke ibu Denai saja. Disewalah, dan pada hari itu juga
baju sewaan mereka datang.
Untuk Novia dia memakai baju nelayan , untuk Chairunnisa
dia memakai baju putrid duyung, untuk Siti memakai baju sepeti batu dan untuk
Fitri tidak ada baju untuknya. Terpaksa dia yang harus menyediakan bajunya.
Memang Fitri merasa kesal, karena baju yang diharapkannya tidak didapatkannya.
Dan pada hari penampilan mereka harus make up
sendiri. Karena tidak ada yang berminat untuk memoles wajah 4 sekawan ini.
Akhirnya seorang teman bernama Vidia dan Engla memoles wajah 4 sekawan ini
dengan make up yang tersedia. Mulai dari memberikan bedak kepada setiap orang,
kemudian memberikan warna di beberapa bagian wajah mereka.
Tak beberapa lama datang seorang lelaki
bernama Willian masuk ke tempat mereka bermake up. “wey, boleh aku minta bedak
kaian? Aku mau nampil”, ujarnya. Lalu 4 sekawan ini tertawa, karena menjadi
hiburan bagi mereka melihat ada lelaki yang ingin memakai bedak. Selang
beberapa menit tertawa, kak Inggrit datang.
“hei, kenapa kalian
tidak ikut make up bersama teman-teman tarian di aula?”,Tanya kak Inggrit.
“tidak ada yang ngajak
kami kesana kak”, jawab Icha.
Lalu Kak Inggrit mengajak 4 sekawan ini ke
aula untuk di make up kan. Akhirnya ada seorang guru ppl yang mengurus mereka.
Mulailah dipoles wajah mereka, hingga terlihat lebih menarik.
Tak berapa lama, giliran mereka dipanggil. “Penampilan
dari EZCM …”,panggil MC.
Semua sibuk tak tentu arah, kak Inggrit sibuk
mencari layar agar penampilan kami lebih menarik. Layar dilepaskan.
“Bengawan..Solo…” Beberapa kali kata tersebut diulang, dan membuat orang
terheran-heran. Mulailah musik menyala, dan semua mulai bergerak sesuai nada
puisi. Mulai dari hinaan yang mereka dengar saat penampilan itu dan ketakjuban
tapi mereka tetap konsentrasi pada puisi yang mereka bawakan. Selang beberapa
waktu, puisi itu selesai. Dan mereka pergi ke kelas untuk berfoto.
Lalu , kak Inggrit menghampiri 4 sekawan ini.
Dan memeluk mereka. “maafkan kakak dek, sebenarnya ketika latihan kalian sudah bagus, kakak
hanya mendorong kalian agar lebih baik.
Dan soal kostum kalian, kakak juga minta maaf karena tidak sesuai harapan,
kalian sangat bagus dek..”.
Mengalir air mata kak Inggrit dari pipinya.
Semua memeluk eratnya. Dan mereka mengucapkan terimakasih banyak kepada kak Inggrit. Karena berkat beliau
mereka bisa jadi lebih baik dari pada yang sebelumnya. Lalu, mereka pergi
mengganti pakaian.
Malam harinya, Novia dapat sms dari bapak
mentor. Isinya tentang mereka yang ditraktir makan karena kerja keras mereka.
Mereka diajak makan di mataram. Mereka sangat senang sekali. Namun sayang yang
datang kala itu hanya Novia, Icha dan Fitri.
Setelah penampilan itu usai, hari-hari yang
dijalani jadi terlihat lucu. Teman-teman ada yang mengganggu mereka dengan
sebutan tertentu. Bengawan sololah, tukang buang sampah, dan lain-lain. Tapi
mereka menanggapinya dengan positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar